Selasa, 10 Desember 2013

Awan gunung merapi mirip Petruk

Yah, memang... Berita ini sudah sangat lama banget dibahas. Ya, tapi saya sekarang akan membahas ini. Itung-itung juga untuk menambah postingan di bulan Desember ini, bulan akhir tahun 2013. Kalian pasti sudah pernah mendengar berita tentang meletusnya gunung merapi yang awannya mirip Petruk kan? Yang kaya gini...

http://balonggebang.files.wordpress.com/2010/11/mbah-petruk-dal.jpg 

Jadi dengan foto itu, para warga berkata kalau katanya Mbah Petruk sedang marah kepada rakyat, dan melampiaskan kemarahannya lewat letusan gunung seperti gambar diatas. Apakah memang benar atau cuma kebohongan? Ya, jangan tanya saya.

Anehnya, dalam menyikapi hal itu penduduk mengadakan sebuah upacara untuk meredam amarah mbah petruk dengan cara mengorbankan seekor sapi kemudian diusung ke lereng gunung Merapi. setelah diusung ke lereng gunung, kepala sapi, dan kaki sapi dipotong dan ditanam di tanah lereng gunung merapi sedangkan dagingnya dibagi-bagikan ke orang-orang.

Gunung Merapi juga dipercaya sebagai tempat keraton makhluk halus. Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram memperoleh kemenangan dalam perang melawan kerajaan Pajang dengan bantuan penguasa Merapi. Gunung Merapi meletus hingga menewaskan pasukan tentara Pajang, sisanya lari pontang-panting ketakutan. Penduduk yakin bahwa Gunung Merapi selain dihuni oleh manusia juga dihuni oleh makhluk- makhluk lainnya yang mereka sebut sebagai bangsa alus atau makhluk halus.
Penduduk di daerah Gunung Merapi mempunyai kepercayaan tentang adanya tempat-tempat angker atau sakral. Tempat angker tersebut dipercayai sebagai tempat-tempat yang telah dijaga oleh mahkluk halus, dimana itu tidak dapat diganggu dan tempat tersebut mempunyai kekuatan gaib yang harus dihormati. Penduduk pantang untuk melakukan kegiatan seperti menebang pohon, merumput dan mengambil ataupun memindahkan benda-benda yang ada di daerah tersebut. Selain pantangan tersebut ada juga pantangan untuk tidak berbicara kotor, kencing atau buang air besar, karena akan mengakibatkan rasa tersinggung makhluk halus yang mendiami daerah itu.

Tempat-tempat yang paling angker di Gunung Merapi adalah kawah Merapi sebagai istana dan pusat keraton makhluk halus Gunung Merapi. Di bawah puncak Gunung Merapi ada daerah batuan dan pasir yang bernama “Pasar Bubrah” yang oleh masyarakat dipercaya sebagai tempat yang sangat angker. “Pasar Bubrah” tersebut dipercaya masyarakat sebagai pasar besar Keraton Merapi dan pada batu besar yang berserakan di daerah itu dianggap sebagai warung dan meja kursi makhluk halus.
Bagian dari keraton makhluk halus Merapi yang dianggap angker adalah Gunung Wutoh yang digunakan sebagai pintu gerbang utama Keraton Merapi. Gunung Wutoh dijaga oleh makhluk halus yaitu “Nyai Gadung Melati” yang bertugas melindungi linkungan di daerah gunungnya termasuk tanaman serta hewan.

Selain tempat yang berhubungan langsung dengan Keraton Merapi ada juga tempat lain yang dianggap angker. Daerah sekitar makam Sjech Djumadil Qubro merupakan tempat angker karena makamnya adalah makam untuk nenek moyang penduduk dan itu harus dihormati.

Selanjutnya tempat-tempat lain seperti di hutan, sumber air, petilasan, sungai dan jurang juga dianggap angker. Beberapa hutan yang dianggap angker yaitu “Hutan Patuk Alap-alap” dimana tempat tersebut digunakan untuk tempat penggembalaan ternak milik Keraton Merapi, “Hutan Gamelan dan Bingungan” serta “Hutan Pijen dadn Blumbang”. Bukit Turgo, Plawangan, Telaga putri, Muncar, Goa Jepang, Umbul Temanten, Bebeng, Ringin Putih dan Watu Gajah.

Beberapa jenis binatang keramat tinggal di hutan sekeliling Gunung Merapi dimiliki oleh Eyang Merapi. Binatang hutan, terutama macan putih yang tinggal di hutan Blumbang, pantang ditangkap atau dibunuh. Selanjautnya kuda yang tinggal di hutan Patuk Alap-alap, di sekitar Gunung Wutoh, dan di antara Gunung Selokopo Ngisor dan Gunung Gajah Mungkur adalah dianggap/dipakai oleh rakyat Keraton Makhluk Halus Merapi sebagai binatang tunggangan dan penarik kereta.
Di puncak Merapi ada sebuah Keraton yang mirip dengan keraton Mataram, sehingga di sini ada organisasi sendiri yang mengatur hirarki pemerintahan dengan segala atribut dan aktivitasnya. Keraton Merapi itu menurut kepercayaan masyarakat setempat diperintah oleh kakak beradik yaitu Empu Rama dan Empu Permadi.

Seperti halnya pemerintahan sebagai sebagai Kepala Negara (Empu Rama dan Empu Permadi) melimpahkan kekuasaannya kepada Kyai Sapu Jagad yang bertugas mengatur keadaan alam Gunung Merapi. Berikutnya ada juga Nyai Gadung Melati, tokoh ini bertugas memelihara kehijauan tanaman Merapi. Ada Kartadimeja yang bertugas memelihara ternak keraton dan sebagai komando pasukan makhluk halus. Ia merupakan tokoh yang paling terkenal dan disukai penduduk karena acapkali memberi tahu kapan Merapi akan meletus dan apa yang harus dilakukan penduduk untuk menyelamatkan diri. Tokoh berikutnya Kyai Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi.
Begitu besarnya jasa-jasa yang telah diberikan oleh tokoh-tokoh penghuni Gunung Merapi, maka sebagai wujud kecintaan mereka dan terima kasih terhadap Gunung Merapi masyarakat di sekitar Gunung Merapi memberikan suatu upeti yaitu dalam bentuk upacara-upacara ritual keagamaan. Sudah menjadi tradisi keagamaan orang Jawa yaitu dengan mengadakan selamatan atau wilujengan, dengan melakukan upacara keagamaan dan tindakan keramat.

Upacara Selamatan Labuhan diadakan secara rutin setiap tahun pada tanggal kelahiran Sri Sultan Hamengku Buwono X yakni tanggal 30 Rajab. Upacara dipusatkan di dusun Kinahrejo desa Umbulharjo. Di sinilah tinggal sosok Mbah Marijan sebagai juru kunci Gunung Merapi yang sering bertugas sebagai pemimpin upacara labuhan. Gunung Merapi dan Mbah Marijan adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Keberadaan lelaki tua Mbah Marijan dan kawan-kawannya itulah manusia lebih, mau membuka mata dan telinga batinnya untuk melihat apa yang tidak kasad mata di sekitar Gunung Merapi.

Di Selo setiap tahun baru Jawa 1 Suro diadakan upacara Sedekah Gunung, dengan harapan masyarakat menjadi aman, tentram dan sejahtera, dengan panen yang melimpah. Upacara ini disertai dengan menanam kepala kerbau di puncak Merapi atau di Pasar Bubrah.

Senin, 09 Desember 2013

Misteri kecelakaan bintaro 1987

Kalau kalian menonton berita kemarin yaitu hari senin tanggal 9 desember 2013 kalian pasti juga mendengar tentang kecelakaan kereta api di Binatro. Dan tidak hanya itu, sebelumnya juga ada kejadian kereta api di Bintaro dan pastinya kalian juga sudah tau maka ini infonya...

Tragedi Bintaro adalah peristiwa tabrakan hebat dua buah kereta api di daerah Pondok Betung, Bintaro, Tangerang, pada tanggal 19 Oktober 1987 yang merupakan kecelakaan terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Peristiwa ini juga menyita perhatian publik dunia.

Sebuah kereta api yang berangkat dari Rangkasbitung, bertabrakan dengan kereta api yang berangkat dari Stasiun Tanah Abang. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu musibah paling buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia.

Kronologi kejadian:
  1. Pagi hari senin tanggal 19 Oktober 1987, ada dua kereta api ekonomi yang berjalan ke dua arah yang berbeda.
  2. Kereta yang pertama adalah KA Cepat (KA 220) jurusan Tanahabang-Merak yang ditarik lok BB303 16. Sedangkan yang satunya adalah KA lokal (KA 225) jurusan Rangkasbitung-Tanahabang ditarik lok BB306 16.
  3. Menurut jadwal, seharusnya keduanya akan bersilang di stasiun Sudimara, dimana kalau tepat waktu, KA 225 seharusnya datang pukul 06.40 dan menunggu KA 220 yang lewat pada pukul 06.49.
  4. Tapi kenyataannya, KA 225 ini terlambat 5 menit ketika sampai di Sudimara. Dan di jalur 2 sudah ada KA barang yang menunggu. Karena stasiun Sudimara hanya punya 3 jalur, dan jalur 1 kondisinya agak rusak, maka KA 225 dimasukkan ke jalur 3.
  5. Karena penuh, maka kegiatan persilangan jadi mustahil. Otomatis persilangan terpaksa dipindahkan ke stasiun Kebayoran. Namun karena hal inilah, kemudian terjadi rentetan kesalahan prosedur yang akhirnya menyebabkan 139 orang tewas.
RENTETAN KESALAHAN FATAL
  1. Menurut peraturan, untuk memindahkan persilangan ke Kebayoran, PPKA harus meminta ijin dulu ke Kebayoran, dan setelah diijinkan, baru PPKA membuat surat PTP (Pemindahan Tempat Persilangan) ke masinis KA 225.
  2. Tapi apa yang terjadi malah sebaliknya. PPKA malah membuat PTP dan memberikannya ke masinis, baru meminta ijin ke Kebayoran kemudian! Parahnya, oleh PPKA Kebayoran malah dijawab “Gampang, nanti diatur!”
  3. Dan sesaat setelah itu, terjadi pergantian petugas PPKA Kebayoran. PPKA pengganti ini telah diberitahu pendahulunya bahwa di Sudimara ada 2 KA dari Sudimara yang belum masuk, termasuk KA 225. Pada saat itu, KA 220 sudah ada di Kebayoran dan siap berangkat.
  4. Sementara itu di Sudimara, PPKA menyuruh juru langsir untuk melakukan tugasnya. Seharusnya pada saat itu, masinis harus memberikan laporan T-83 ke PPKA dan memberitahu rencana langsiran ke masinis.
  5. Tapi entah kenapa, keretanya tiba-tiba langsung tancap gas dan melesat ke Kebayoran, tanpa ijin dari PPKA. Bahkan Kondekturnya juga tidak sempat naik!
  6. Karena kewalahan, juru langsir langsung melapor ke PPKA. Mereka berdua lalu menggoyangkan sinyal secara bergantian untuk menghentikan KA 225. Namun inipun sia-sia. PPKA Sudimara pun tak patah arang, dia kejar KA tersebut sambil mengibarkan bendera merah. Tapi inipun juga gagal, dan sang PPKA akhirnya pingsan sekembalinya ke stasiun.
  7. Pada saat yang sama, KA 220 berangkat dari Kebayoran menuju Sudimara…
PERJALANAN MENUJU MAUT :

Jadi bisa dibayangkan, satu petak antar stasiun diisi dua kereta yang berjalan pada arah yang berlawanan, dengan kecepatan penuh!
 
Kebetulan di KM 17+252 terdapat tikungan zig-zag yang berjarak pendek, tapi dikelilingi pepohonan yang rimbun. Di sini sudut pandang cukup terbatas, dan kedua kereta bertemu secara tiba-tiba. Otomatis para masinisnya tidak sempat mengerem, dan apa yang bisa dilakukan hanyalah meloncat keluar!
 
Tabrakanpun tak bisa dielakkan, dan kedua kereta ini langsung bertubrukan muka. Impaknya demikian dashyatnya, hingga gerbong pertama di belakang lokomotif di kedua kereta langsung menyelimuti lokomotifnya. Efek teleskopik ini menewaskan banyak penumpang, dan mereka yang bernasib malang langsung “TERGILING” oleh putaran kipas radiator lokomotif. Karena itu tidak heran bahwa semua korban tewas berada di gerbong pertama dan di lokomotif. Sesaat setelah tabrakan, tempat itu dipenuhi oleh tangisan, erangan, serta bau darah dari dalam rongsokan kereta
 
 Kejadian ini sempat ramai diberitakan di berbagai media massa, dan sangat mengejutkan masyarakat. Walaupun kecelakaan kereta api sudah sering terjadi di dekade 1980an, tapi baru kali ini sampai separah ini.

PJKA tidak tinggal diam. Beberapa operasi penertiban segera dilaksanakan. Hal ini perlu, mengingat KA di jalur sekitar Tanahabang memang dari dulu terkenal karena ketidak tertibannya. Entah karena banyaknya penumpang di lokomotif maupun di atap, ataupun karena banyak penumpang yang tidak membayar dan suka menghajar kondektur. Dan pada saat kejadian, lokomotif KA 225 memang dipenuhi penumpang gelap, sebagian bergelantungan di luar.
 Selain itu beberapa peningkatan prasarana juga dilakukan untuk pencegahan. Seperti pemasangan radio di lokomotif (pada wakktu kejadian, sedikit lokomotif di Indonesia yang punya radio). Selain itu di antara stasiun Kebayoran dan Sudimara kemudian dibangun stasiun baru (Pondok Ranji). Sistem persinyalan di jalur ini kemudian dirubah dari mekanik menjadi elektrik.

Namun, efek terbesar dari kejadian ini adalah pembangunan double track besar-besaran untuk mencegah tabrakan muka terjadi lagi. Ironisnya, program ini baru terlaksana hampir dua dekade kemudian dan akhirnya jalur ganda ini selesai pada tahun 2007.
Andai proyek jalur ganda ini selesai 20 tahun lebih awal…

Namun, kecelakaan ini juga menyisakan beberapa teka-teki hingga saat ini. Apa sesungguhnya yang menyebabkan masinis KA 225 berjalan tanpa ijin? Dan setelah kejadian itu, krane “Si Bongkok” yang dipakai untuk menolong, sempat mengalami anjlok dalam perjalanan kembali ke Manggarai.

Sabtu, 07 Desember 2013

Asal usul CANDI MUARA TAKUS

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPX-Rw7WCOxKDUMsJpTlIkxYrqGADRsRIXG3mjR1dA0CtYxmreCxBxI8B50Auknm_BvcAd6MicFQxo3eNxQnsrEGmmR5QXxdnJfr5SgWycSIQCfzmDV1LIWF2lKaNBqfJAfA3yJTrG7c0/s400/candi+muara+takus+2.jpg 

Oke sekarang kita ke Riau, dan kali ini saya akan membahas tentang Candi Muara Takus yang berada di.... Tentunya Riau. Candi ini memiliki cerita rakyatnya walaupun tidak sepopuler situnya sendiri. Baca Kisahnya ya...  \('o')/

Dikisahkan, dulu di Sumatera, ada seorang pria bernama Datuk Tukang Ubek yang sokonya hilang. Dia lantas meminta bantuan dua temannya, yaitu Datuk Tukang Tembak dan Datuk Tukang Solam, untuk menemaninya mencari Sokonya itu.

Berangkatlah ketiganya bertapa di tempat Koto Pondam. Setelah selesai mereka kembali berlayar menuju Dondang. Ketika mereka sampai di Laut Merah, terdengar seseorang berteriak meminta pertolongan. Rupanya itu suara seorang perempuan yang sedang dicengkeram oleh elang bangkai.

Ketiganya kemudian menolong perempuan itu, dan berhasil mendapatkannya. Nama perempuan itu adalah Putri Reno Bulan - itu terlihat dari gelang yang ada di tangannya. Setelah itu, ketiga datuk itu saling berebut untuk mengantarkan si perempuan. Karena tidak ada titik temu, akhirnya mereka menemui Datuk Singo Mahadiraja untuk memutuskan siapa di antara mereka yang berhak mengantarkan si perempuan. Setelah beberapa saat, akhirnya Datuk Singo Mahadiraja memutuskan bahwa Datuk Tukang Ubek-lah yang berhak mengantarkan Putri Reno Bulan ke rumahnya. 

 Rupanya, Putri Reno Bulan adalah orang India, yang diculik oleh burung elang dari rumahnya.(Ada-ada aja ye...). Ibunda Putri Reno Bulan, yakni Putri Andam Dewi, gelisah anaknya tak pulang-pulang. Karena itu, dia memanggil peramal untuk mengetahui di mana putrinya berada. Sang peramal pun membeberkan kisah sebenarnya bahwa Putri Reno Bulan dalam keadaan selamat dan berada di Sumatera.

Usai mendapat penjelasan sang peramal, Putri Andam Dewi serta suaminya Raja India berangkat ke tanah Sumatera bersama para bawahannya. Sesampainya di tanah Sumatera, rombongan ini pun bertemu dengan Putri Reno Bulan.

Putri Reno Bulan menceritakan bahwa dia telah ditolong oleh tiga orang datuk. Demi membalas kebaikan hati mereka, Putri Reno Bulan meminta ayahnya untuk membuatkan sebuah istana untuk mereka seperti di India. Keinginan tersebut lantas dikabulkan oleh Raja India. 

 Untuk membangun istana yang dimaksud Putri Reno Bulan, membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Sehingga, masyarakat sekitar serta bawahan Raja India bahu-membahu membangunnya. Beberapa waktu kemudian, sesuai waktu yang direncanakan, selesai sudah bangunan yang dimaksudkan.  Raja India pun menyerahkan bangunan tersebut dengan pesta penyerahan. Kini istana yang dibangun itu dikenal dengan nama Candi Muara Takus.


Sejarah suku Gayo: Dongeng dan bukti Arkeologi

Postingan ini adalah hasil dari copy paste.
Source: Kompasiana

Penemuan kerangka manusia pra Sejarah berusia 6500 tahun di Ceruk Mendale, Aceh Tengah. Tampaknya memunculkan kegairahan baru di Gayo untuk melacak asal-usul suku Gayo. Banyak orang yang ingin menjadikan penemuan itu sebagai bukti bahwa Gayo adalah penduduk pertama yang menghuni Aceh.

Ada banyak yang komentar yang bermunculan tentang penemuan itu. Beberapa komentar terdengar logis, tapi tidak sedikit pula komentar yang mengaitkan penemuan itu dengan kekeberen (dongeng-dongeng) tentang asal-usul Gayo. Seringkali terlihat pengkaitan itu tidak sinkron bahkan kontradiktif dengan kronologi sejarah. Karena itulah melalui tulisan ini saya mencoba untuk menyusun kronologi sejarah ini secara benar.

Untuk memahami kronologis sejarah kerangka yang ditemukan di ceruk Mendale ini. Marilah kita memfokuskan perhatian kita ke angka 6500 yang menunjukkan usia kerangka yang ditemukan itu. 6500 tahun adalah masa yang sangat singkat dan dikategorikan modern kalau dipandang dari sudut pandang geologi. Tapi itu adalah masa yang sangat lama sekali jika dipandang dari sudut pandang sejarah peradaban manusia.

Pada masa itu, berdasarkan bukti berbagai penemuan arkeologi. Wilayah Asia Tenggara dihuni oleh suku-suku ras negroid yang peradabannya dikenal dengan peradaban Hoa Binh-Bacson, merujuk pada dua tempat yang berada di Tonkin Vietnam. Tempat bukti arkeologi tentang peradaban ras ini pertama kali ditemukan. Sekitar 4500-3500 tahun yang lalu, melalui serangkaian proses migrasi yang panjang. Ras mongoloid berbahasa Austronesia berdatangan dari daratan asia mengisi wilayah Asia Tenggara ini. Mereka inilah yang dikenal sebagai Proto-Malay atau Melayu Tua.

Ada berbagai teori mengenai asal-usul bangsa Melayu Tua ini. Teori yang paling terkenal dan paling banyak dianut oleh ahli sejarah adalah “Teori Yunnan”. Menurut teori ini, bangsa Melayu Tua bermigrasi dari sungai Mekong. Teori Yunnan ini didukung oleh para ahli sejarah antara lain R.H Geldern., J.H.C Kern, J.R Foster, J.R Logen, Slamet Muljana dan Asmah Haji Omar.
Bukti-bukti yang mendukung teori ini antara lain ditemukannya, peralatan-peralatan dari batu  di berbagai tempat di kepulauan nusantara, yang persis seperti peralatan yang sama yang ditemukan di Asia tengah. Kemudian teori ini juga didukung oleh bukti kemiripan adat-istiadat bangsa Melayu Tua dengan adat istiadat bangsa Assam dan juga fakta bahwa bahasa suku-suku Melayu Tua memiliki banyak kemiripan dengan bahasa orang Kamboja yang nenek moyangnya berasal dari hulu sungai Mekong.

Suku-suku Melayu Tua ini diyakini sebagai bangsa pelaut dan memiliki teknologi penangkapan ikan dan teknologi pertanian yang terbilang maju pada zamannya. Karena kemampuan inilah mereka bisa berpindah dalam jarak yang luar biasa jauh. Terbentang dari kepulauan Hawaii sampai Madagaskar.
Memang ada bukti ilmiah baru yang disampaikan oleh HUGO (Human Genome Organization) melalui sebuah penelitian genetik tentang ras Asia yang menunjukkan adanya sebuah migrasi dari Asia Tenggara yang bergerak ke utara dan kemudian mendiami Asia Timur. Bukan sebaliknya. Tapi juga sangat banyak bukti bahwa sebelum ada ras mongoloid, Asia Tenggara ini dihuni oleh Ras Negroid. Kedatangan ras mongoloid ke Asia Tenggara ini, mendesak ras negroid yang sebelumnya menghuni wilayah ini, sampai jauh ke timur dan akhirnya terkonsentrasi di sekitar Papua dan Australia.

Ketut Wiradnyana, ketua tim peneliti dalam kegiatan penggalian Ceruk Mendale ini, kepada saya mengatakan kalau kerangka yang ditemukan itu memiliki ciri-ciri campuran mongoloid dan negroid.
Jadi apakah kerangka yang ditemukan di ceruk Mendale itu adalah kerangka nenek moyang orang Gayo dalam pengertian yang sekarang?

Kalau merujuk pada angka 6500 yang menunjukkan tahun usia kerangka yang ditemukan. Kemudian kisah dalam kekeberen yang kita jadikan rujukan, jawabannya jelas BUKAN!
Memang pada kisah kekeberen , kita tidak akan bisa menemukan angka tahun pada kisah yang diceritakan, jadi secara kronologi sejarah. Kapan kisah dalam kekeberen itu terjadi tidak dapat secara tepat kita ketahui. Tapi, berdasarkan isi kisah itu. Berdasar momen-momen dan istilah yang diceritakan dalam kisah itu. Kita bisa menelusuri titik terjauh saat momen  dalam kisah itu bermula dan titik terjauh kapan istilah yang dipakai dalam kekeberen itu mulai dikenal manusia.
Berdasarkan penelusuran seperti inilah kita bisa memastikan. Kalau kekeberen yang ada di Gayo yang kita jadikan rujukan. Semuanya menunjukkan bahwa orang Gayo adalah penghuni yang sangat baru di pulau Sumatra. Karena informasi yang kita dapat berbagai rujukan itu semua berdasarkan kisah-kisah yang sudah kentara berbau Islam yang baru masuk ke Aceh pada paruh milenium kedua. Jadi jelas sama sekali tidak ada hubungan dengan kerangka yang ditemukan di Ceruk Mendale. Bayangkan, Rasulullah Muhammad SAW saja lahir 5000 tahun sesudah pemilik kerangka di Ceruk Mendale meninggal.

Dalam kekeberen yang dikisahkan secara temurun dari mulut, ada banyak kisah yang merujuk asal-usul orang Gayo ke negeri Rum alias Turki. Kisah seperti ini yang disampaikan dalam bentuk seperti pantun, contohnya seperti di bawah ini;
Anak ni reje Rum ari Ujung Acih …… Anak Raja negeri RUM dari Ujung Aceh
Bersarung gunur …………………. Di Gayo, yang dimaksud dengan sarung adalah seliput yang melindungi bayi di dalam perut. Gunur sendiri sejenis timun                                          (atau labu?) dengan ukuran kira-kira sebesar semangka.
Gere betih lintang ………………. Entah melintang
Gere betih bujur…………………. Entah membujur
Gere murupe lagu manusie………….. Tidak mirip manusia
Dalam kisah ini diceritakan, karena malu. Permaisuri raja Rum, berencana menghanyutkan sang anak ke laut (mirip kisah nabi musa). Tapi kemudian sang suami punya ide yang lebih baik. Anak tersebut digantungkan pada layang-layang dan dibawa terbang sampai ke langit. Di sini yang perlu kita soroti adalah negeri RUM yang berasal dari kata “Romawi”, yang beribukota Istanbul, ibu kota Turki sekarang adalah ibukota dari kerajaan Byzantium yang sebelumnya dikenal dengan nama Romawi Timur.

Sejarah berdirinya Romawi Timur ini diawali dari kekacauan di dunia Romawi yang memakan korban lima kaisar dalam sepuluh tahun. Kekacauan itu berhenti setelah DIOCLETIANUS naik ke tahta kekaisaran dan membagi kekaisaran Romawi yang luas menjadi Romawi Barat yanng berpusat di Roma dan Romawi Timur yang berpusat di Turki sekarang. Diocletianus sendiri memilih berkuasa di Timur, sementara Kekaisaran Barat dia berikan kepada temannya Maximilianus yang dalam sejarah dikenal sebagai Kaisar Augustus. Anak dari Diocletianus, bernama Konstantinus yang menganut kristen yang dia warisi dari Ibunya, menggantikannya sebagai Kaisar dan menjadi Kaisar kristen pertama. Konstantinus inilah yang mendirikan  KONSTANTINOPEL ibukota Romawi Timur yang dinamakan berdasarkan namanya sendiri. Kota ini diresmikan pada tanggal 11 Mei 330 m.
Pada masa itu suku Turki sendiri masih merupakan suku pengembara yang hidup di Asia Tengah.
Diantara suku-suku bangsa Turki itu terdapat suku Uighur Aksulik, Kashgarlik, Uyghur, Uigur dan Turfanlik yang pada tahun 840 keluar dari Mongolia melalui Kyrzyg dan menyebar ke banyak arah termasuk Cina. Entah bagaimana ceritanya, kadang-kadang orang Gayo juga berspekulasi bahwa mereka berasal dari suku Uighur yang juga disebut suku Hui ini. Dan sekali lagi kalau kekeberen ini dijadikan rujukan, jelas sama sekali tidak kena dengan kerangka yang ditemukan di Ceruk Mendale.
Konstantinopel baru ditaklukkan oleh Turki Islam pada tahun 1453 dan penguasa baru ini menguasai seluruh kekuasaan Byzantium, dan mengubah nama kota Konstantinopel menjadi Istanbul. Wilayah inilah yang sekarang kita kenal dengan negara Turki.

Jadi kalau kita telusuri asal mulanya. Sebenarnya kisah kekeberen yang memuat tentang negeri RUM ini bermula. tidak lebih jauh dari 1600-an. Ketika Portugis mulai berlayar ke Nusantara. Ketika Kerajaan Aceh yang memeluk Islam meminta pertolongan Turki untuk memerangi Portugis yang Kristen. Turki yang merupakan kekhalifahan Islam terbesar saat itu menyambut permintaan Aceh dengan mengirimkan ahli strategi perang dan sebuah meriam. Aceh kemudian menang dalam perang melawan portugis itu dan sebagai dampak ikutannya, Turki pun jadi sedemikian dipuja di Aceh dan seluruh dunia Melayu (baca buku Anthony Reid, Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia).

Sejak saat itu raja-raja sampai pemimpin kecil suku-suku di Aceh dan seluruh dunia Melayu mulai merujuk silsilah mereka sampai ke raja-raja di Turki yang di dunia melayu sering disebut sebagai negeri RUM.

Kisah lain tentang asal-usul suku Gayo ini mirip dengan cerita Nabi Nuh tentang banjir besar, tapi jelas secara kronologis sejarah ini tidak mungkin di masa nabi Nuh, karena saat itu sudah ada istilah Selten (Sultan) seperti yang diceritakan melalui pantun di bawah ini.
Surut ni waih pe le……………….. Air mulai surut
Tikik-tikik teduh ni waih………….. Air berhenti (mengalir) sedikit demi sedikit
i ujung Acih……………………… Di ujung Aceh
Oya kati si abangen i Linge………… Itulah sebabnya abangnya di Linge
Si bensu Acih kerna oya……………. Karena itulah Aceh menjadi bungsu
Anak ni Selten Genali si Ude……….. Anak Sultan Genali dari Istri muda
Si Linge anaken si ulubere…………. Di Linge anak yang pertama
Yang menarik dalam kisah ini ada, sebutan “Selten Genali” (Sultan Genali) di sana. Seberapa tua kisah ini bisa kita telusuri dari sejarah kapan istilah ‘Sultan’ ini mulai dikenal dalam peradaban manusia.
Istilah Sultan baru ada pada tahun 1037 Masehi. Berawal dari ketika pasukan Turki Seljuk di bawah pimpinan Tughril Bey (Cucu dari Seljuk), menyerang Baghdad. Khalifah yang ketakutan dengan berbagai cara diplomasi yang lihai membujuk Thuhril Bey (kadang disebut Tughril Beg), orang turki Islam yang tidak bisa berbahasa Arab ini agar tidak membumi hanguskan Baghdad. Dan salah satu caranya adalah, Khalifah memberinya gelar SULTAN , yang berarti pejabat tertinggi. Jadi jelas usia kekeberen di atas masih sangat muda dan sama sekali tidak sinkron dengan sejarah kerangka manusia berusia 6500 tahun yang ditemukan di Ceruk Mendale.

Kalau peradaban mainstream, Eurasia yang kita jadikan rujukan. Masa ketika pemilik kerangka di Ceruk Mendale itu hidup kira-kira sama dengan masa ketika peradaban baru mulai muncul di daratan Eurasia. Ketika bangsa Sumeria membangun kota-kota bernama Kish, Lagash, Eridu, dan Uruk. Yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 3300 SM.

Pada masa yang sama, bangsa SEMIT yang menjadi nenek moyang orang Arab dan Yahudi tinggal di Kanaan. Bangsa Semit baru muncul ke permukaan dan dikenal dalam sejarah peradaban ketika pada tahun 2370 SM (Lebih dari 2000 tahun setelah pemilik kerangka di Ceruk Mendale meninggal) Sargon dari Agade memimpin pemberontakan yang menggulingkan raja Kish. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kronologi sejarahnya, 2000 tahun setelah pemilik kerangka di Ceruk Mendale meninggal. Bangsa Arab dan Bangsa Yahudi saja belum ada.

Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan Bangsa Yahudi , diperkirakan hidup sekitar 1800 SM (2700 tahun setelah pemilik kerangka di Ceruk Mendale meninggal). Bersamaan dengan saat Hammurabi mendirikan Babilonia.

Jadi, berbagai kekeberen tentang asal-usul Gayo yang memiliki ‘bau-bau’ Islam ini, jelas masih sangat baru kalau dibandingkan dengan sejarah kerangka yang ditemukan di Ceruk Mendale.
Menarik juga untuk kita ketahui, kenapa orang Gayo suka sekali mengaitkan silsilahnya dengan bangsa besar dalam sejarah. Kalau kita membaca berbagai penelitian antropologis tentang Gayo, mulai dari Hurgronje sampai Bowen. Kita dapat menyimpulkan bahwa fenomena ini terjadi karena karakter sosiopolitik Gayo yang khas, dimana otoritas kekuasaan didasarkan pada hubungan kekerabatan.

Kalau Aceh kita jadikan sebagai pembanding. Kita akan segera melihat kalau kekuasaan RAJA di Gayo tidak sebesar kekuasaan RAJA di Aceh. Kalau di Aceh, raja memiliki otoritas yang sangat kuat dan berdasarkan teritorial. Sosiopolitik Aceh mengembangkan sikap takut dan hormat dari rakyat kepada penguasa. Sementara di Gayo seorang raja hanya bisa melakukan apa yang dia mau, sepanjang para kerabat setuju. Jadi, RAJA dalam pengertian seseorang yang memiliki otoritas penuh sama sekali tidak dikenal di dalam kebudayaan Gayo. Sepanjang sejarahnya, setiap reje di kampung-kampung di Gayo, selalu mendapat koreksi kalau kebijakannya tidak disukai oleh masyarakat. Gayo people, “true republican”, are born egaliterian. Tulis Bowen dalam bukunya Sumatran Politics and Poetics, Gayo History 1900 - 1989. Karakter sosiopolitik seperti ini pulalah yang menjelaskan perilaku politik orang Gayo sampai hari ini. Karena semua orang Gayo merasa setara (born egaliterian). Di Gayo, seorang penguasa tidak pernah benar-benar ditakuti dan dihormati secara berlebihan. sebab pada hakikatnya seorang raja di Gayo itu hanyalah seorang “Presiden” di sebuah republik kecil. Apapun kebijakan penguasa yang tidak sesuai dengan kemauan rakyat, orang Gayo akan mengkritiknya dan fenomena itu terjadi sampai hari ini.

Keterbatasan otoritas inilah yang kemudian membuat penguasa Gayo mengembangkan kisah-kisah yang merujuk silsilahnya kepada tokoh-tokoh atau bangsa besar dalam sejarah. Karena memang hanya dengan cara inilah, seorang penguasa di Gayo bisa sedikit dihormati oleh masyarakatnya yang semuanya merasa tidak kurang hebat dari sang penguasa.

Kalau kekeberen yang dijadikan rujukan, masa terjauh yang bisa kita telusuri adalah Kekeberen si Dewajadi sebagai sebagaimana diceritakan oleh Nyaq Putih kepada Hazeu pada tahun 1905. (Di dalam kultur Batak kisah yang sama dikenal dengan kisah Dewa Mula Jadi). Kekeberen si Dewa Jadi ini berkisah tentang seseorang di daratan Asia yang memiliki layangan yang sangat besar, diterbangkan angin bersama layangannya sampai ke Gayo (lihat kemiripannya dengan kekeberen pertama).

Apa yang bisa kita lihat dari kisah ini adalah; saat itu layang-layang sudah dikenal dan dari nama sang tokoh, kentara sekali terlihat pengaruh Hindu. Mengingat pengaruh Hindu baru mulai menyebar di kepulauan Nusantara ini pada abad ke I. Artinya 4500 tahun setelah pemilik kerangka di Ceruk Mendale meninggal. Pengaruh hindu ini masih bisa kita lihat pada aksara Batak yang berakar pada huruf-huruf yang memiliki pengaruh sanskerta. Gayo juga dipercaya dulunya memiliki huruf-huruf seperti ini, tapi semuanya lenyap seiring dengan diterimanya agama Islam dan Gayo pun mulai mengenal huruf Arab dan menganggap semua peradaban sebelumnya sebagai peradaban kafir.
Jadi kalau kita cermati angka 6500 yang menunjukkan angka tahun meninggalnya pemilik kerangka di Ceruk Mendale itu. Semua sejarah bahkan kekeberen Gayo, jadi terdengar seperti kisah kemaren sore.
\
Apalagi kalau keberadaan kerangka itu dikaitkan dengan cerita Batak 27 yang katanya bukan penduduk asli di Gayo. Jelas ini menjadi semakin lucu, karena istilah BATAK sendiri sebenarnya adalah klasifikasi yang diberikan oleh orang Aceh untuk membedakan penduduk pedalaman berdasarkan Agama. Penduduk pedalaman yang bersedia menerima Islam adalah Gayo, sisanya oleh orang Aceh diklasifikasikan sebagai Batak (baca Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia oleh Anthony Reid). Dan kejadian itu baru terjadi sekitar tahun 1200-1300-an, bahkan mungkin lebih baru lagi. Jauh sebelumnya, Batak dan Gayo itu jelas sebuah entitas yang sama yang hanya berbeda di detail-detail kecil budaya dan kebiasaannya.
Jadi bukankah sangat konyol secara logika, kalau test DNA yang akan dicocokkan dengan kerangka yang ditemukan di Ceruk Mendale itu hanya mengambil sampel DNA suku Gayo yang dipercaya sebagai suku Gayo asli dengan mengesampingkan suku Gayo yang dianggap sebagai keturunan Batak 27. Sebab itu adalah hal yang sangat konyol, secara logika.
Karena kerangka itu berusia 6500 tahun, sementara Gayo menjadi entitas yang terpisah dengan Batak baru 800 Tahun. Jadi selama 5700 tahun sebelumnya (dengan menjadikan usia kerangka sebagai acuan) Batak adalah Gayo, dan sebaliknya.

Asal usul Suku Gayo

ASAL MUASAL ORANG GAYO.
Ratusan suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, salah satunya adalah suku Gayo. Suku ini merupakan salah satu suku minoritas terbesar yang mendiami wilayah pedalaman Aceh. Asal-usul masyarakat Gayo yang mendiami gugusan pengunungan Bukit Barisan ini hingga sekarang masih diselimuti kabut misteri. Beberapa narasumber mempunyai pendapat yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya.

Arti Gayo
Kata “Gayo”, antara lain, diungkapkan oleh seorang pakar yang berasal dari Brunai Darussalam, yaitu Prof Dr Burhanuddin. Dia mengatakan, kata Gayo dalam bahasa Melayu Brunai Darussalam dan Malaysia adalah “Indah” Kata ini hanya pantas diungkapkan/ dilontarkan pada saat-saat upacara tertentu.

Menurut sebuah informasi yang disampaikan secara turun temurun (kekeberen/bahasa Gayo), kata Gayo berasal dari kata “Garib “ atau “Gaib”. Hal ini dihubungkan dengan datangnya pertama sekali leluhur orang Gayo ke wilayah ini, yaitu pemimpin rombongan yang datang tidak nampak wujudnya, tapi suaranya kedengaran. Ada lagi yang menghubungkan kata Gayo dengan “dagroian” yang berasal dari kata-kata “drang- gayu “, yang artinya orang Gayo. Dan ada juga menyebut dengan sebutan pegayon, yang artinya mata air yang jernih.

Asal usul
Dari beberapa literatur yang penulis baca dan hasil diskusi dengan beberapa orang yang pernah mendengar cerita tentang asal usul orang Gayo dan dari tokoh-tokoh Gayo, secara umum penulis menyimpulkan bahwa leluhur rakyat Gayo berasal dari Asia, yaitu Tionghoa bagian selatan tepatnya daerah Yunan Utara dari lembah hulu sungai Yang Tze Kig. Mereka bermigrasi ke selatan memasuki daerah Hindia Belakang (Vietnam).

Suku Gayo adalah pecahan dari bangsa Melayu yang merupakan rumpun bangsa Austronesia yang termasuk ras Melayu Mongoloid. Mereka bermigrasi ke Indonesia pada gelombang I, kira-kira pada tahun 2000 SM - 2500 SM. Pendatang gelombang ini disebut Proto Melayu (Baca; Melayu Tua). Leluhur Suku Gayo masuk ke Indonesia melalui Semenanjung Melayu. Mereka masuk ke Sumatra dan membawa kebudayaan Neolithikum.

Mereka masuk ke Tanah Gayo melalui dua jalur. Pertama; melalui muara sungai peusangan yang berhulu ke danau Laut Tawar. Sehingga mereka disebut pegayon (air mata yang jernih). Hal ini juga diperkuat dengan ditemukannya kehidupan di dataran tinggi Tanoh Gayo di zaman prasejarah. Bukti ini dapat kita lihat dari hasil penelitian Madya Bidang Prasejarah Balai Arkeologi Medan yang menemukan adanya sebuah kehidupan manusia purba di Ceruk Mendale dan Loyang Putri Pukes. Proses hunian telah berlangsung di kawasan ini sejak periode mesolitik, 3.580 tahun yang lalu. Dan dalam penelitian tersebut, mereka juga menemukan kerangka manusia purba yang diyakini sebagai salah satu leluhur rakyat Gayo.

Kedua, masuk melalui jalur sungai Jambu Aye, kira - kira baru pada tahun 300 SM mereka menyingkir ke pedalaman wilayah Aceh. Hal ini disebabkan kedatangan Melayu Muda dari Kincir dan Kamboja. Dan juga dilatarbelakangi ekonomi, yaitu karena masyarakat tersebut bermata pencaharian mencari ikan dan bercocok tanam. Sebagian mereka ingin memperluas usaha dan menambah penghasilan, terus menyelusuri sungai tersebut sampai ke muara sungai yang ada di pedalaman.

Beberapa periode kemudian terjadi pembauran dengan pendatang - pendatang baru berikutnya yang menetap dan berkembang di tanah Gayo. Pertama, ini berhubungan dengan berdirinya kerajaan Islam Linge. Konon kabarnya Kerajaan Islam Linge didirikan oleh orang-orang keturunan Persia yang datang ke tanah Gayo. Ada sebuah informasi yang mengatakan, orang Gayo yang berada di daerah Serule merupakan keturunan mereka, yang mempunyai ciri - ciri fisik tinggi kurus dengan warna mata cokelat gelap dan berhidung mancung. Mereka ini berbeda dengan bentuk fisik orang Gayo kebanyakan.

Ketiga, ada sebuah informasi yang mengatakan, bahwa dulunya ada rombongan pengungsi dari wilayah kerajaan Majapahit yang menetap di sekitar daerah yang sekarang dikenal dengan sebutan daerah Penarun. Raut wajah mereka lebih mirip kejawaan. Informasi ini berhubungan dengan cerita yang berkembang di masyarakat tentang “ Legenda Keris Majapahit”.

Keempat, kedatangan orang Batak Karo yang menuntut kematian saudara mereka yang datang untuk melihat keindahan danau Laut Tawar. Mereka dibunuh oleh rakyat kerajaan Bukit. Hasil negoisasi akhirnya menyepakati sebagian daerah kerajaan bukit diberikan kepada mereka. Maka berdirilah kerajaan Cik Bebesen atau mereka sering disebut dengan sebutan Batak 27.

Kelima, era tahun 1900 - an dengan dibukanya lahan perkebunan di dataran tinggi tanah Gayo oleh Belanda. Karena kekurangan tenaga pekerja, pemerintahan kolonialisme Belanda mendatangkan pekerjanya dari daerah luar tanah Gayo, khususnya dari pulau Jawa.

Dengan perjalanan waktu dan adanya interaksi antara mereka, terjadilah pembauran melalui jalur perkawinan. Mereka inilah cekal bakal masyarakat Gayo yang sekarang tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu.

Kamis, 05 Desember 2013

Kota Hantu di Kabupaten Ketapang

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIbxcPSII2E6rJBj3PUV268Cghb-SgXJVKyU8CAvXLR9S0ZIuUE3zQ8fOKdwCvEOARk8gqLhN71DwjcrJhjhHHq1EiE-e9Tkynygr7E1t8_U62I2Ve3BfHliWr2EGDaCxeH6tegD5RRCo/s1600/Zombie.jpg 

Sebuah kabupaten yang letaknya di propinsi kalimantan barat yang bernama kabupaten ketapang terdapat banyak misteri yang belum terungkap di sana. Di padang dua belas terdapat sebuah perkampungan biasa yang masyarakatnya taat beribadah. orang ketapang menyebutnya orang kebenaran. perkampungam mereka tidak tampak oleh mata orang biasa, dan hanya bisa di lihat orang2 yang berjodoh saja. letaknya diantara kecamatan kendawangan dan pesaguan. jika orang yang lewat jalan raya dari ketapang ke kendawangan takabur terhadap daerah itu atau berbuat jahat di daerah tersebut maka kemungkinan besar akan melihat pemandangan yang aneh , seram atau lebih parah dari itu.
 
Konon katanya penduduk setempat  mempunyai pesawat pribadi,mobil mewah dan sebagainya layaknya manusia normal, tetapi bedanya dengan mereka mereka tidak mempunya belahan di bawah hidung di atas bibir. Berdasarkan Mitos yang berkembang perkampungan dua belas dulunya adalah sebuah kampung biasa, ketika penjajahan Jepang kampung itu akan di serang oleh mereka, dan di kampung tersebut terdapatlah seorang yang memiliki ilmu sakti, lalu dengan ilmunya itu kampung dua belas di hilangkan olehnya agar tidak dapat dilihat oleh manusia biasa. Sayangnya sang dukun tidak berhasil mengembalikan kampung tersebut hingga kampung dua belas menghilang termasuk penduduknya,

Salah seorang temanku pernah mengalami bahwa ia pernah melihat sebuah Bus yang sepertinya menurunkan seseorang, namun orang itu kasat mata. Padang 12 terletak di pertengahan antara kota ketapang dan kendawangan, atau berjarak 60Km dari kota ketapang atau 20Km dari arah Kendawangan. Padang 12 sampai sekarang masih menyimpan sejuta tanda tanya. masyarakat mempercayai di kawasan ini dihuni komunitas bangsa Halimun atau Orang Kebenaran adalah orang suci dan jujur. ada juga yang percaya "orang kebenaran adalah golongan Jin Muslim yang bermukim di daerah tertentu. Namun sekelompok masyarakat lain juga mempercayai bahwa "orang kebenaran" merupakan keturunan malaikat Harut dan Marut. Tapi yang pasti adalah beragam cerita seputar Padang 12 di percayai masyarakat, bahkan ada cerita pertolongan yang di berikan manusia secara kebetulan telah memberkahi keturunan masyarakat itu.

Disebut Padang12 karena di lokasi ini hanya 12 kilometer yang di yakini penuh dengan misteri. Kawasan ini di penuhi dengan pasir kuarsa yang ditumbuhi oleh pohon kayu putih(pinus). kendati di yakini 12 kilometer, namun pandangan kalangan tertentu, kawasan ini adalah kota besar alam gaib, bahkan harta karun juga dipercaya tertimbun di Padang12.

Di lain sisi di catatan kantor yang mengurus tentang kendaraan roda empat, setelah di survey ternyata banyak mobil-mobil mewah seperti Ferrari,Mclaren, pesawat pribadi dll terdapat di kota ketapang, tetapi mereka yang asli orang ketapang belum pernah melihat mobil-mobil tersebut apalagi pesawat pribadi segala, bandara di ketapang hanya ada 1 secara akal sehat tak mungkin ada landasan lain.

Mahluk Penunggu Makam SITI NURBAYA

Habis dari Aceh kita langsung ke Padang, dan disini saya akan memposting tentang "PENUNGGU MAKAM SITI NURBAYA" Siti Nurbaya...? Tentunya kalian sudah tahukan siapa ini Siti Nurbaya? Oke, kita langung ke pokok soal.

sebuah makam tua di Gunung Padang ini dipercaya sebagai makamnya Siti Nurbaya, kekasih Syamsul Bahri. Makam yang diapit dua batu besar ini ternyata menyimpan segudang misteri. Menurut para saksi mata, sering terlihat penampakan makhluk halus yang di duga adalah penunggu makam. Mulai dari sosok Jin tanpa kepala alias kepala buntung hingga penampakan kakek tua yang menyeramkan dan bikin merinding. Seperti apa kisahnya? Bagi yang penasaran silahkan BACA TERUS dan bagi yang tidak silahkan CLOSE.

***


   Syahbuddin Abbas, seorang warga sekitar mengatakan bahwa makam yang diapit dua batu besar tersebut ditunggu oleh makhluk gaib. Penampakannya pun beragam, mulai dari kakek tua hingga manusia tanpa kepala. Pria yang kerap disapa Bang Udin itu menceritakan, para peziarah yang melakukan pertapaan kerap diganggu oleh para penunggu. Mereka menilai gangguan itu sebagai ujian bagi para pertapa yang ingin impiannya terwujud.

“Tak jarang mereka yang pulang dari sana kesurupan, dan akhirnya harus kembali ke sini untuk disembuhkan,” kata pria yang memiliki ilmu kebatinan tersebut.

Pengalaman ritual pun pernah dialaminya pada 1979 lalu. Saat itu Bang Udin menjadi pengontrak kebun cengkeh dan termasuk orang kaya di kawasannya. Ketika itu datang kakek tua berjenggut putih memakai baju koko putih dan kain sarung petak-petak merah serta mengenakan kopiah warna hitam.

“Dia datang ke rumah meminta cengkeh, namun cengkeh itu harus diambilnya sendiri. Tentu kita tidak mau, namun ia ngotot. Setelah mengambil cengkeh segenggam, kakek itu pun berjalan untuk menjenguk pergi ke kuburan itu sambil berdoa,” tuturnya.

Ketika itu, sang kakek diantarkan oleh ayah mertuanya bersama anaknya. Setelah berdoa pria lanjut usia itu memberikan satu genggam buntalan kain pada anaknya dan menyuruh mereka pulang. Namun anak dan mertuanya tidak mau.

“Katanya dia akan menjenguk Malin Kundang jadi mereka pergi dulu, tapi tetap tak mau sehingga tetap berdiri di dekat kuburan itu. Tanpa banyak kata lagi kakek itu langsung menghilang begitu saja, anak saya terkejut atas kejadian itu,” paparnya.

“Dua tahun yang lalu ada dua orang pemuda datang ke sini, mereka meminta akan melakukan semedi di kuburan itu. Saya tanyakan ke mereka apakah mereka tak takut? Apakah mereka siap mental? Dan mereka menyatakan sudah siap,” tandasnya. Sebelum melakukan ritual tersebut, kedua laki-laki itu melaksanakan salat maghrib di rumah Bang Udin. Setelah salat saya langsung mengantarkan mereka ke makam.

“Namun saat salat Isya, kedua pemuda itu turun dalam keadaan terengah-engah. Mereka menceritakan melihat orang tanpa kepala mendatangi mereka saat bersemedi, sehingga mereka lari,” katanya sembari tersenyum.

Ritual semedi marak saat musim undian toko gelap (togel). Untuk memperoleh keberuntungan, mereka rela bersemedi semalam suntuk agar mendapatkan nomor keberuntungan. Sebenarnya kawasan itu memang memiliki tuah, tak hanya para petapa yang mengalami hal yang aneh anak muda seperti mahasiswa dan siswa yang rekreasi ke daerah itu kerap mengalami kejadian aneh.

 “Sepulang dari sana ada yang sakit, kesurupan dan bahkan ada yang lupa ingatan. Mereka kembali datang ke sini untuk diobati, ya tentu kita terima untuk mengobati mereka,” ungkap Udin yang lupa sudah berapa banyak pasien yang diobatinya.

Bang Udin berkisah banyak penyebab mereka kesurupan, mulai karena bersikap sudah melewati kesopanan, ada juga yang berbahasa kotor dan melakukan mesum di lokasi ini.

“Kalau sudah seperti itu saya jamin penghuni Gunung Padang ini akan marah dan masuk ke tubuh mereka,” terangnya. Nah, jika datang ke Gunung Padang harus menjaga sikap terhadap kelestarian alam di daerah ini. 

NB: "Jadi intinya kalo kesurupan, terus pelupa, atau sakit sehabis bertapa siapa yg disalahin? Mahluk Halus ataukah manusianya? Bagi saya sih manusianya..., Karena buat apa kesitu-situ nggak jelas pertapa doang"