Masih di Aceh, bro...
Tapaktuan sangat terkenal dengan sebuah
Legenda Tuan Tapa dan Putri Naga. Cerita tersebut sangat hidup didalam
masyarakat disana yang sangat mudah untuk dapat kita dengar dari A
sampai Z. Adapun Legenda tersebut dibarengi dengan ornamen ornamen yang
memiliki bentuk dan rupa seperti yang tersebut di dalam cerita tersebut.
Ada baiknya saya ceritakan sedikit tentang Legenda Tuan Tapa dan Putri
Naga itu.
”Alkisah, dizaman dahulu kala, ribuan tahun lalu, di
Aceh Selatan hidup dua ekor naga yang sangat perkasa dan memiliki ilmu
sakti mandraguna. Sepasang naga ini, memiliki anak yang bernama Putri
Naga. Putri ini cantik jelita. Putri nan rupawan ini, katanya didapat
dari perebutan sepasang Naga (Jantan dan Betina) dengan orangtua sang
putri.
Konon ceritanya, suatu ketika – tidak ada masyarakat yang
mengetahui tahun pasti, sepasang naga tengah berjalan-jalan menyusuri
lautan yang bergelombang. Si Naga jantan tiba-tiba berhenti, tertegun
memperhatikan sebuah titik hitam di tengah laut. Titik hitam itu menarik
perhatiannya. Lamat-lamat titik hitam itu mendekat ke arah sang naga.
Gelombang laut yang membawanya mendekat. Si Naga Jantan dan Betina terus
memperhatikan titik hitam itu. Ketika titik hitam itu semakin mendekat,
Sang Naga terjun alang kepalang. Titik hitam itu adalah tiga sosok
manusia, berada lam perahu kecil yang diombang-ambingkan gelombang laut
Aceh Selatan. Ketiga manusia itu adalah sepasang suami-istri bersama
bayinya. Bayi mungil ini berada dalam pangkuan ibunya. Mereka sengaja
datang ke daerah itu bermaksud mencari rempah-rempah yang keberadaannya
sudah cukup dikenal. Aceh Selatan sejak zaman Belanda menjajah daerah
itu memang dikenal kaya akan hasil alam. Nilam, Cengkeh dan Pala
merupakan tumbuhan yang dominan disana. Bahkan tumbuhan itu hingga kini
menjadi komuditi unggulan daerah itu.
setelah melihat ketiga anak
manusia itu, Sepasang Naga sakti yang bisa melakukan terhentak. Lalu,
dia meniup perahu yang sudah sangat dekat itu. Sekali tiup saja, perahu
kecil itu terombang-ambing dan tenggelam ditelan ombak deras. Kemudian
Naga Betina, menjulurkan lidahnya menangkap putri kecil yang terhempas
dari perahu itu.
Pasangan Naga ini sangat senang mendapatkan
putri berbentuk manusia. Konon naga itu memang sudah lama
mengidam-idamkan seorang putri. ”Setelah selamat dan menepi kedarat
orangtua si Putri begitu sedih kehilangan buah hatinya dan tidak tahu ke
mana putrinya menghilang. Mereka berpikir bahwa anak perempuan
kesayangannya sudah hilang tenggelam dalam lautan dan badai atau hilang
entah ke mana, Akhirnya sepasang naga membawa putri mungil hasil
rampasan mereka ke sebuah pulau, pulau ini terletak di Batu Hitam,
Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan.
Kedua Naga itu sangat
menyanyangi putri pungut mereka. Bahkan, Naga betina selalu memeluk
putri kecil dalam cengkeramnya agar tidak hilang. Sang Putri kecil,
setelah sadar dari pingsannya, menangis sejadi-jadinya begitu melihat
sosok Naga aneh dan menyeramkan. Si Putri kecil Ia takut. Diapun terus
menangis sekuat-kuatnya. Naga betina pusing memikirkan tangisan putri
itu. Terpaksa dia menggunakan kesaktiannya untuk menenangkan si Putri
agar tak mengeluarkan air mata lagi.
Putri ini diberi nama Putri
Bungsu. Mereka sangat mengasihi putri ini. Bahkan Naga Jantan
menciptakan tempat bermain nan indah di gunung itu. Semua buah-buahan
dan minuman tersedia disana. Semua itu dilakukan agar Putri Bungsu betah
tinggal bersama mereka. ”Putri inilah yang kemudian disebut Putri
Naga,”.
Waktu terus bergulir. Putri Bungsu merangkak remaja. Dia
menetap bersama naga disebuah gua yang dalam. Suatu hari, sang Putri
Bungsu secara tak sengaja mendengar obrolan sepasang Naga. Dari luar gua
dia terus menyimak percakapan itu. Dia tersentak. Sadar, bahwa dirinya
bukan keturunan naga. Dia memiliki orang tua yang juga berasal dari
bangsa manusia. Niat untuk melarikan diripun muncul dalam benaknya.
Putri Bungsu tidak gegabah. Dia bersabar untuk menemukan waktu yang
tepat melarikan diri dari gunung itu. Dia takut akan kesaktian kedua
naga tersebut.
Waktu yang dinantikanpun tiba. Dari atas gunung,
Putri Bungsu melihat sebuah kapal berlayar dibawah kaki gunung itu.
Gunung ini memang tepat berada di depan laut. Naga Jantan kala itu
sedang tertidur dipinggir laut. Perlahan dia mengangkat kaki, sedikit
menjinjing agar langkahnya tidak didengar Naga Jantan.
Perahu layar
semakin dekat. Dia bimbang. Teringat akan kesaktian naga tersebut. Jarak
Naga Jantan beristirahat dengan laut sangat dekat. Khawatir ketahuan,
diapun mengurungkan niat untuk kabur dari gunung itu.
Siang-malam
Putri nan cantik jelita itu mencari akal. Ide cemerlangpun muncul
dikepalanya. Satu dia mengajak pasangan Naga berjalan-jalan menyusuri
pantai di pulau itu. Naga kelelahan dan tertidur pulas. Putri Bungsu tak
menyianyiakan kesempatan emas itu. Kakinya diseret ke atas sebuah bukit
kecil yang dekat dengan laut. Agar dia bisa melihat perahu yang
melintas. Jarang sekali perahu yang mahu mendekat ke pulau itu. Namun
hari itu keberuntungan Putri Naga. Sebuah perahu kecil merapat. Dia
melambaikan tangan. Awak perahu ada yang menyapanya.
Putri bungsu
naik ke atas kapal dan ikut bersama awak kapal itu. Naga yang baru
terbangun dari tidur, terkejut setengah mati. Putri kesanyangannya telah
pergi. Dalam benaknya, Naga berujar, pasti perahu itu yang melarikan
putriku. Dia mengejar perahu yang berjalan sangat pelan itu.
Lalu apa hubungan Putri Bungsu, Naga dan Tuan Tapa? sabar…. saya akan lanjutkan ya..
Sepasang
Naga itu mengejar perahu tersebut. Sementara itu, di Gua Kalam, tidak
jauh dari bukit itu, seorang manusia sedang bertapa. Dia tersentak dari
pertapaanya. Seakan dia sadar akan ada bencana besar dibumi. Inilah Tuan
Tapa. Dia keluar dari gua tersebut. Lalu menatap ke laut lepas.
Terlihat sepasang Naga dengan kemarahan puncak sedang mengejar sebuah
perahu nelayan. Tuan Tapa terkenal dengan tongkat saktinya.
Dihadangnya Naga yang sedang mengejar perahu. Perkelahian hebatpun tak
dapat dihindarkan. Dari mulut kedua Naga menyemburkan api. Tuan Tapa
menghela tongkatnya hingga mengeluarkan air deras dan memadamkan api
Naga. Tak mau kalah, sang Naga jantan pun mengeluarkan ribuan anak panah
berapi yang diarahkan ke Tuan Tapa. Tuan Tapa bisa menghindari serangan
itu. Tak ketinggalan, Naga betina juga mengeluarkan pisau-pisau beracun
yang juga berhasil dielakkan Tuan Tapa.
Karena terus-menerus
mengeluarkan kekuatannya, kesaktian kedua Naga mulai berkurang.
Kesempatan itu dimanfaatkan Tuan Tapa untuk menyerang lebih dahsyat.
Dengan tongkat sakti miliknya, Tuan Tapa mengayunkan benda panjang itu
ke arah dua Naga. Naga betina, mencoba menghindar dengan cara melarikan
diri menjauhi Tuan Tapa. Saat lari kencang tak tahu arah itulah sang
Naga betina menabrak sebuah pulau hingga terbelah pulau. Pulau terbelah
ini kemudian oleh masyarakat Aceh Selatan disebut sebagai Pulau Dua, di
Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan
Sementara Tuan Tapa mengejar
sang Naga jantan yang sudah terluka akibat serangan ‘tongkat sakti’.
Tuan Tapa memukul tongkat saktinya bertubi-tubi ke tubuh Naga jantan
hingga hancur berkeping-keping dan jatuh terjerembab ke tanah. Tubuh
Naga jantan hancur berserakan dan darah berceceran yang menyebar
memerahkan tanah, bebatuan dan lautan.
Saat ini bekas tempat ceceran
darah Naga itu kini masih terlihat berupa tanah dan batu yang memerah.
Kini disebut dengan Tanah Merah ( Batu Mirah ). Sedangkan hati sang
Naga, yang pecah dan terlempar menjadi beberapa bagian akibat pukulan
tongkat sakti Tuan Tapa, peninggalannya hingga sekarang masih terlihat
berupa batu-batu berwarna hitam berbentuk hati. Daerah ini kemudian
diberi nama Desa Batu Hitam, masih dikecamatan yang sama.
Sementara
di tempat pertempuran Naga dan Tuan Tapa, masih meninggalkan jejak
berupa tongkat. Tongkat mirip baru itu, dipercayai sebagai tongkat Tuan
Tapa.
Bagaimana nasib sang Putri? Sang Putri akhirnya kembali hidup
normal layaknya manusia dan hidup bahagia bersama kedua orangtuanya.
Putri Bungsu kemudian mendapat julukan sebagai ‘Putri Naga’.”
Dan
Lagenda ini telah diperkuat dengan subuah bukti yang telah ditinggalkan
oleh Si Tuan Tapa berupa Tongkat dan Topinya yang berapa di tengah laut
Tapaktuan dan hanya bisa di lihat dari sebuah gunung yang bernama
Gunung Lampu menjelang senja hari saja. Kemudian sebuah Tapak kaki dan
makam Tuan Tapa yang ukurannya wowww,,, that is so big,,, .
Begitulah
sedikit cerita tentang Legenda Kota Tapaktuan. Karena kisah ini pula,
orang menyebutkan Aceh Selatan sebagai Kota Naga. Bahkan, jika memasuki
kota Tapaktuan pemerintah Daerah Aceh Selatan mengukir gambar naga tepat
di dinding pinggir jalan. Sekitar seratus meter dari arah timur kantor
Bupati Aceh Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar harus menggunakan kata-kata yang sopan.