- Grand National Party (GNP)
- United New Democratic Party (UNDP)
- Creative Korea Party (CKP)
- Economic Republican (ER)
- Centrist Reformist Democratic Party (CRDP)
- Korea Socialist Party (KSP)
- Democratic Labor Party (DLP)
Kita tahu bahwa pengaruh konfusianisme sempat sangat berpengaruh di Korea Selatan pada abad ke-20 dan terus mengalami perubahan sampai sekarang, dimana konfusianisme menuntut untuk bisa bisa mengajarkan etika-etika moral kepada penguasa agar belajar dalam mengatur wilayahnya juga rakyatnya. Lebih tepatnya, pengaruh Konfusianisme menggambarkan suatu perbedaan yang cukup tajam akan warga sipil, para aristrokrat dan rakyat jelata. Maka tak ayal demokrasi yang dianut Korea Selatan menjadi demokrasi Konfusianisme, yang mana merupakan sistem politik yang didasarkan konsep sistem pemerintahan kuno yaiotu sebuah aturan yang tidak dilandaskan pada sebuah paksaaan ataupun sikap pasif, kekuasaan, serta keyakinan melainkan didasarkan pada kekuasaan dalam arti murni. Maka dari itu bagi Korea yang kita tahu telah mengembangkan sistem ekonomi kapitalis dan juga politik yang demokratis, dimana menyajikan suatu pandangan yang menuju adanya landasan teoritis alternatife yang ditujukan bagi politik demokratis ketika sebuah landasan teoritis tradisional seperti halnya pembangunan lembaga-lembaga yang cenderung lebih bersifat otonomik dan juga epistemologi yang kita tahu dihasilkan menjadi subjek kritik radikal dari seluruh penjuru dunia. Dalam demokrasi politik ini yang dianut Korea Selatan, menyebabkan adanya pembagian dalam pemerintahan. Pemerintahan Pusat dan DPR Nasional yang bertugas menjalankan pemerintahan Negara dipusat Ibukota Seoul, dan juga di Kotamadya Kwochon. Sedangkan jawatan lebih di pusatkan pada daerah tingkat I, yaitu DKI, DI dan Provinsi. Kalau mau kita telusuri lebih dalam, hubungan antara daerah dan pusat yang tadinya bersifat unilateral, namun setelah adanya UU Otonomi Daerah, berubah menjadi bilateral untuk mendorong demokratisasi dan efisiensi dari pemerintahan daerah, sehingga dapat menjamin pembangunan daerah yang bisa dikatakan seimbang dan memperkuat dasar-dasar demokrasi politik.
Namun hendaknya kita juga mau melihat apa saja keburukan yang telah terjadi di Korea sehingga bisa kita bandingkan apakah sistem demokrasi cocok dan presentase kelebihan bisa mendominasi. Kita tahu bahwa tadi diawal kita menekankan masyarakat Korea Selatan yang monokultur dan baik bagi sistem pemerintahan yang demokratis, namun ternyata ada kelemahan juga bagi sistem demokratis disebuh kondisi masyarakat yang multikultur yaitu dimana untuk membangun demokrasi parlemen memang harus lebih kuat dibanding eksekutifnya, sedangkan di Korea Selatan, kondisi ini belum banyak dan dimaksimalkan. Dan ini bisa jadi boomerang ketika eksekutif justru lebih memainkan banyak peran, ditambah tak hanya Indonesia yang birokratnya dikenal mental korup dan juga kurang berkompeten. Di Korea Selatan, keadaan seperti itu juga menjadi masalah serius, mungkin karena kasus korupsi terbesar memang tersebar di wilayah Asia. Walaupun memang tak dipungkiri, semangat nasionalisme serta kegigihan, keuletan dan disiplin orang Asia memang sudah tak diragukan lagi. Karena sistem Demokrasi disetiap Negara dewasa ini ditandai dengan kuatnya birokrasi sehingga mengancam stabilitas kegiatan Negara karena birokrasi adalah pangkal dari serangkaian program pemerintah. Dan lagi-lagi sebagai Negara Demokrasi seperti Korea Selatan, mereka juga dihadapi dengan kondisi dimna anggota DPR, cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi dan partainya saja. Dan kondisi ini tentu saja akan menjadi penghambat bagi terwujudnya persatuan dan reformasi nasional. Sifat dari DPR inilah menyebabkan adanya gerakan pencekalan yang dilakukan oleh organisasi non-pemerintah. Bahkan disinyalir dengan adanya kasus pencekalan ini justru menyebabkan pencalonan DPR tidak lagi bersifat tertutup, dan membuat tidak akan terjadi adanya pengelabuhan hukum dalam pemilu, pelanggaran hukum, jual beli suara dan juga propaganda gelap pada para pemilih dan antar partai politik. Dan munculnya gerakan non-pemerintah ini telah membawa pengaruh bagi partai Liberal Demokrat, karena PLD semakin terpojok. Sehingga masyarakat menginginkan DPR dibersihkan dari orang-orang bermasalah apabila ingin Negara maju, hal ini dikarenakan sikap oportunitis yang ditunjukkan oleh PLD tidak dapat ditolelir lagi. Memang yang terjadi dibanyak Negara yang mengusung tema demokrasi dengan banyak partai, namun tetap bukan jaminan dengan banyak partai, maka kesehatan demokrasi dan penyaluran aspirasi masyarakat terjamin dengan baik. Karena bukan rahasia umum lagi bahwa partai terkadang hanya focus pada program kerja semu demi mendapat posisi dipemerintahan. Kondisi ini justru tentu saja akan menjadi penghambat tersendiri dalam rangka terwujudnya persatuan dan reformasi nasional. Apalagi disinyalir, ruang lingkup DPR Korea Selatan yang bersifat terlalu transparan ternyata menjadi masalah besar juga. Seperti contoh kasus di tahun 2000, dimana partai Liberal Demokrat yang notabene sebagai salah satu partai oposisi yang cukup berpengaruh di Korea Selatan justru mengalami kekalahan dalam pemilihan umum. Hal ini disebabkan adanya gerakan yang disinyalir dilakukan oleh organisasi non-pemerintah, dan munculnya organisasi sipil dalam masyarakat Korea menunjukkan adanya kekuatan masyarakat sipil yang dalam bidang politik semakin meningkat. Maka dari fenomena tersebut dapat kita simpulkan bagaimana birokrasi di Korea juga tak luput dari nepotisme dan campur tangan pihak lain. Dan rupanya banyak organisasi non-pemerintah yang bisa menggulingkan Presiden karena juga partai oposisi yang sangat berbahaya. Apalagi ditambah peran DPR masih dipertanyakan karena saat pemilihan ternyata campur tangan organisasi non-pemerintah membuat tidak adanya pemilihan yang seharusnya tertutup dan tidak mendapat campur tangan pihak manapun. Dan ketika praktik pemilu dan kegiatan negara lain masih belum luber maka akan sulit menciptakan keadaan yang signifikan sebagai negara yang demokratis. Tak hanya itu, pengambilan keputusan yang ada di masyarakat monokultur seperti di Korea Selatan juga sangat dikhawatirkan menjadi sebuah keputusan yang otoriter walaupun kita tahu memang kepentingan yang satu tapi tetap saja akan cenderung absolute jika pemerintah atau kepala negaranya menentukan suatu keputusan. Dan uniknya, presidennya tidak mempunyai hak memerintah, karena hanya sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan, padahal ia yang dipilih oleh rakyat korea selatan, bersifat 5 tahun, dan presiden pula lah yang memilih perdana menterinya, namun rakyat dapat menurunkan presidennya, seperti yang trtulis di atas, yaitu presiden dari partai demokrat, yang biasanya terpilih dari partai grand national party, dengan demikian membuat tuduhan dan semacamnya kepada presiden itu, akhirnya rakyatpun mempercayainya, dan menyuruhnya lengser. Sehingga sangat riskan sebenarnya demokrasi di Korea Selatan, apalagi ditambah parlemen yang kurang kuat dibanding eksekutifnya.
Korea Selatan yang dikenal sebagai Negara demokrasi yang besar, justru membuat konflik yang lebih besar, dimana masalah-masalah internal, yang juga dirasakan oleh China, telah menyebabkan peningkatan konflik partisipan di Korea Selatan menjadi sebuah komposisi-polarisasi partisipan, aturan-aturan partai yang ketat, peran juru bicara, kurangnya otonomi dari komite, sampai pelaksanaan aturan formal yang mengontrol tindakan, serta juga kurangnya norma-norma informal yang ada dalam resolusi politik.
Perbedaan ideologi inilah yang kemudian menyebabkan pertentangan, sampai pada akhirnya permasalahan ideologi tersebut yang meliputi bentuk dari dasar pelembagaan pemerintah (presidensial atau parlementer), prosedur pemilihan kepala eksekutif dan DPR Nasional baik yang umum maupun yang tidak langsung), jangkauan kekuasaan presiden, jumlah bidang yang dikerakan oleh presiden, penekanan yang sah terhadap organisasi dan bagaiman berjalannya lembaga politik kunci serta besarnya hak asasi warga negara seperti hak berbicara dan pers, dan yang terakhir yaitu legitimasi penguasa politik yang mana berkaitan dengan kudeta militer, kecurangan pemilu dan korupsi pemerintah.
Bahkan ada sumber yang mengatakan bahwa Demokrasi di Korea terlalau berlebihan atau biasa disebut ‘too much democracy’, karena disinyalir di Korea Selatan, praktik demokrasi menjadi alih-alih untuk berkembangnya sistem anarki yang kemudian sampai kembali pada tradisi otoriter. Dan ini yang memang menjadi momok bagi Negara yang menganut praktik-praktik demokrasi yang berlebihan. Seperti fenomena yang selalu jelas terlihat oleh Negara yang menganut sistem yang demokratis dimana banyak serangkaian demonstrasi dijalanan serta perilaku destruktif lainnya yang mana hampir di semua Negara di Asia yang dibungkus atas nama demokrasi yaitu salah satunya manifestasi daripada tradisi masyarakat Asia yang otoriter dan sudah membudaya. Budaya otoriter inilah yang kemudian digunakan oleh kepentingan-kepentingan asing dalam hal mendikte negara-negara Asia tersebut. Dan atas nama demokrasi pula, Negara adidaya seperti Amerika Serikat memasuki Korea Selatan, India, Thailand, Taiwan dan juga Indonesia. Tetapi justru pintu masuknya seringkali menggunakan kekuatan militer yang terkadang lebih bisa memahami karakter masyarakat yang terbilang otoriter.
Namun bagaimanapun juga, sistem demokrasi tak selalu menjadi momok bagi setiap Negara dengan serangkaian bobroknya, tapai juga bukan suatu sistem buruk dan tak ada keberhasilan yang dicapai. Hanya saja pemakaian suatu sistem secara utuh hanya membuat suatu Negara terpuruk, karena sejatinya, sistem yang terbaik bagi suatu Negara adalah sistem yang dirasa cocok dengan kondisi poitik-ekonomi suatu Negara tanpa harus mengadopsi atau bahkan meniru sistem Negara lain hanya karena serangkaian keberhasilan yang dicapai oleh Negara tersebut. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa hanya perhatian pada satu sistem saja dan mencoba untuk jauh lebih dalam tanpa mempertimbangkan factor internal dan external hanya akan menjadi boomerang bagi suatu Negara. KArena pada hakikatnya setiap sistem pasti bisa saling melengkapi.
Ma’af bila ada kesamaan informasi dan kata2 dari blog lainnya, karena sejatinya informasi ini juga sebagian ada unsur saduran dan pengumpulan informasi secara global hanya saja diubah sesuai style saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar harus menggunakan kata-kata yang sopan.